Kamis, 22 Januari 2015

Aku Ditolong Kawan Tetanggaku

Setelah selesai mengeposkan surat di kantor pos Kreo akupun segera pulang. Aku berdiri dipinggir jalan menunggu angkot nomor 07 jurusan Pondok Aren yang lewat depan kompleks Deplu, namun angkot yang kutunggu-tunggu itu tidak kunjung datang. Padahal biasanya setiap 15 menit angkot merah nomor 07 itu lewat, tapi kali ini sudah lebih dari 15 menit belum juga muncul. Sementara itu, telah kuhitung lebih dari 10 angkot nomor 01 dan 09 telah berlalu dihadapanku. Sebenarnya kalau aku mau menggunakan angkot nomor 012 aku bisa saja, tapi aku harus berjalan dulu sekitar 500 meter ke ujung jalan masuk cipadu di pasar Kreo itu.

Tidak jauh dari tempatku berdiri, kurang lebih 10 meter, kulihat seorang ibu tua memakai pakaian jawa dengan membawa tas kain gendongan yang agak lusuh telah beberapa kali menyetop angkot nomor 01 yang akan ke arah Cileduk, namun ia tidak naik. Aku tidak sengaja menghitung angkot-angkot yang telah distopnya kiranya sudah lebih dari tujuh angkot, namun tidak satupun angkot yang mau mengangkut ibu dan anaknya itu. Sementara itu anak kecil yang seumuran cucuku itu mungkin berumur empat tahunan menangis dan memegang tangan ibunya erat-erat. Aku lihat setiap anaknya menangis dan menggoyang-goyangkan tangannya si ibu selalu menunjuk kearah angkot yang akan lewat didepannya. Itu angkotnya datang, begitulah kira-kira pikirku.

Beberapa orang yang bersamaan menunggu angkot ditempat si ibu itu, si ibu kerap mendekat dengan menyodorkan tangan kanannya pada orang-orang yang didekatinya. Rupanya si ibu itu sedang meminta bantuan dari orang-orang yang ada disekitarnya, namun tidak seorangpun yang mau memberi untuk menolongnya.

Aku yang sedari tadi memperhatikannya ada rasa kasihan terpanggil untuk pergi ketempat si ibu itu, dan menanyakannya kenapa ia tidak mau naik angkot yang sudah distop berhenti dan siap membawanya. Si ibu itu dengan terus terang mengatakan bahwa ia tidak punya uang untuk naik angkot. Ia hanya mohon kepada supir angkot yang ia stop bisa numpang bertiga sampai ke Cileduk. Dan ia berharap adalah orang-orang disekitarnya yang mau memberi bantuan untuk ongkos perjalanannya itu ke Cileduk.

Sopir-sopir angkot yang distopnya tadi semuanya menolak kalau tidak membayar tidak akan diangkutnya. Sementara itu, suaminya si ibu itu sedang duduk di bangku reyot dipinggir gerobak rokok karena sakit lambung. Katanya telah hampir empat hari ia sakit dan bisa bekerja mencari uang. Sedangkan anaknya lapar sejak kemarin belum makan. Aku bertanya pada si ibu “apa pekerjaan suami ibu? Kataku.

Si ibu menjawab “hanya pencari barang-barang bekas di sampahan seperti gelas aqua plastic, kertas-kertas koran dan atau kardus” katanya.
“Sudah dibawa ke Puskesmas untuk berobat” kataku lagi.
“Nggak punya uang pak. Jangankan untuk berobat. Untuk makan saja saya sulit. Saya minta-minta kerumah-rumah barangkali ada yang kasihan pada saya dan mau ngasih” katanya.
“Memang kamu tinggal dimana” kataku. “kan bisa minta surat pengantar dari pak RT untuk berobat ke Puskemas. Di Puskesmas nggak perlu bayar khok”. Kataku lagi.
“Saya bukan anggota bpjs pak. Saya sudah ke puskemas tapi ditolak”
“Tapi kamu punya KTP’kan” kataku bertanya lagi.
“Punya pak. Tapi sudah mati beberapa tahun yang lalu. Ktp saya dari desa Mauk pak. Sekarang saya mau pulang ke kampung. Barangkali bisa berobat disana. Cuma untuk pulang ke desa nggak punya uang” katanya.

Ibu itu berkata jujur dan terus terang. Bapak dan ibu itu beserta anaknya bermaksud mau pulang ke desanya di desa Mauk, Tangerang, untuk berobat di kampungnya, karena ditempat yang ia tinggali tidak bisa berobat. Aku bertanya dalam hatiku, Mungkinkah orang-orang miskin seperti ibu ini nggak bisa berobat di puskesmas ? Padahal pemerintah daerah bisa memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi orang-orang miskin seperti ibu ini. Memang sich setahuku, kalau mau berobat di rumah sakit di Tangerang apabila tidak punya uang minimal sebesar 350 ribu rupiah sepertinya tidak bisa berobat. Apalagi di klinik-klinik yang tersebar dipinggir jalan kalau tidak pegang uang tidak mungkin dapat pengobatan gratis. Masya Allah, betapa mahalnya sebuah kesehatan.

Aku tidak sengaja khok su’udzon sama pemerintah. Padahal dalam pasal 34 UUD 1945 ada pasal yang menyebutkan bahwa “Fakir Miskin dan anak-anak terlantar dipelihara Negara Negara”. Sementara itu, waktu pak Jokowi naik jadi presiden RI pernah mengobral kartu sehat bagi masyarakat miskin tapi keluarga ibu ini khok tidak bisa terdaftar. Kasihan ya…orang-orang miskin yang tidak punya kartu bpjs tidak punya ktp untuk berobat ke puskesmas saja nggak bisa, apalagi ke rumah sakit besar.

Kembali pada si ibu, bapak dan anaknya yang mau pulang ke desa Mauk. “Aku khok shok jadi pahlawan. Padahal aku juga tidak punya uang. Sungguh tadi sewaktu aku berangkat ke kantor pos hanya membawa uang sebesar 25 ribu rupiah saja. 5 ribu untuk ongkos berangkat, dan 5 ribu lagi untuk ongkos pulang. Yang 8 ribu rupiah sudah kukeluarkan buat beli perangko. Dan sisa uangnya masih sebesar 7 ribu rupiah, rencananya mau aku belikan koran”. kataku dalam hati.

Aku jadi bingung sendiri, bagaimana caraku untuk menolong si bapak ibu ini pulang beserta anaknya yang nangis itu dan yang katanya belum makan dari kemarin sore. Kalau aku kasih uang 7 ribu ini kepada si bapak ibu untuk ongkos, apakah akan sampai ke desa Mauk?. Padahal perjalanan dari Kreo ke Mauk itu jauh dan harus naik angkot paling tidak 4 kali lagi dan disambung dengan ojeq untuk sampai ke desanya. Aku hitung-hitung mungkin si bapak Ibu ini memerlukan uang transport sebesar 30 ribu rupiah untuk sampai ke desanya, kecuali kalau ada supir angkot yang berbaik hati mau memberi tumpangan. Padahal yang aku tahu, hampir semua sopir-supir angkot selalu mengomel kalau penumpangnya membayar kurang. Kata-kata kasar kadang-kadang keluar begitu saja dari mulutnya sopir angkot yang apabila penumpang membayarnya kurang, walaupun hanya kurang sebesar lima ratus atau seribu rupiah.

“Tunggu sebentar ya bu” kataku. Kemudian aku menyeberang kembali ke arah kantor pos. Aku pergi ke Warteg di sebelah kantor pos yang biasa aku datangi kalau aku makan di Warteg itu. Aku sudah menjadi langganan makan disini karena hampir setiap ke kantor pos aku sengaja makan siang disini di Warteg ini. Aku pesan nasi bungkus untuk anaknya si ibu itu ala kadarnya sekedar untuk makan dari uang yang aku punya. Aku kembali lagi ketempat si ibu yang sedang menunggu dan kuberikan bungkusan nasi itu.

Sementara aku lagi berpikir keras untuk menolong si ibu ini, tiba-tiba ada seorang pemulung yang dengan gerobaknya lewat didepanku. Aku kenal dengan pemulung itu namanya pak Joni yang tinggal dipinggir tembok dibatas tanah upakara Deplu. Karena hampir setiap 2 atau 3 hari sekali Pak Joni ini lewat di depan rumahku dan kerap mencari barang-barang bekas yang aku buang. Biasanya aku masukan kedalam kantong plastic dan kugantungkan dipohon didepan rumahku seperti botol plastic bekas kecap-saus atau air aqua, koran-koran, atau kardus.

Aku berhentikan pak Joni dengan gerobaknya. Setelah aku ngobrol sebentar tentang kesulitan si bapak ibu itu, iapun mengeluarkan uang dari dompetnya yang lusuh sebesar 10 ribu rupiah yang langsung aku berikan pada si ibu itu. Oleh si ibu, uang 10 ribu rupiah itu dibelikannya obat promag di warung rokok buat si bapak dan sisanya dibelikan roti untuk suaminya. Aku bersyukur untuk sementara kebutuhan yang mendesak itu dapat diatasi.

Aku bilang “ibu tunggu disini ya bu nanti saya kembali lagi” sambil aku memanggil tukang ojek yang sedang ngetem di depan toko bangunan. Rencanaku aku mau pulang ke rumah untuk mengambil uang. Baru sampai di depan giant supermarket aku ketemu kawan tetanggaku yang di kompleks yang mau berangkat ke kantor. Aku berhenti disitu dan aku menyampaikan maksudku pada temanku ini bahwa aku butuh uang sebesar 50 ribu saja untuk menolong orang yang sakit. “Aku bilang, aku tidak membawa uang sewaktu aku ke kantor pos. Nanti aku ganti setelah aku sampai dirumah ya pada temanku” kataku.

Akupun kembali lagi dengan ojeq yang kutumpangi itu ketempat si ibu bapak yang sedang menungguku. Kemudian aku berikan uang yang aku pinjam dari temanku itu kepada si ibu bapak yang mau pulang ke Mauk.

 Aku bersyukur dapat menolong si ibu bapak dan anaknya naik angkot nomor 01 ke arah Cileduk. Semoga dalam perjalanan ada orang-orang yang mau berbuat baik kepada si ibu bapak itu. Semoga ia dapat berobat dikampungnya dan sehat kembali.

2 komentar:

  1. Assalamu alaikum wr.wb.saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada MBAH LIMPAH atas bantuan MBAH.kini impian saya selama ini sudah jadi kenyataan,dan berkat bantuan MBAH LIMPAH pula yang telah memberikan angka jitu kepada saya 4D SGP.dan alhamdulillah langsung tembus,sekali lagi makasih ya MBAH karna waktu itu saya cuma bermodalkan uang 200 ribu dan akhirnya saya menang,berkat angka ghoib hasil ritual MBAH LIMPAH saya sudah bisa buka usaha,yaitu butic pakaian impor dan toko sembako di depan rumah,kini kehidupan keluarga saya jauh lebih baik dari sebelumnya,bagi saudarah2 penggemar togel ingin menang seperti saya silahkan HUBUNGI MBAH LIMPAH di nomor hp: 085-312-407-999 dan ramalan MBAH memang memiliki ramalan ghoib yang dijamin 100% tembus,karna saya sudah membuktikannya selama 4X putaran menang..

    BalasHapus
  2. Merkur, Merkur & Merkur - Shootercasino.com
    Merkur, Merkur & Merkur - Long Handled Double bet365 Edge Safety Razor Merkur, Merkur + Safety Razor, Long Handled Double 메리트카지노 Edge Razor, Short Merkur - bet365 Long Handled Double Edge Razor, Short Handle

    BalasHapus