Jika kita telah pensiun, dan hidup dalam lingkungan masyarakat yang kita
sudah mengenalnya sejak muda, janganlah kita merasa dan menganggap bahwa diri
kita itu orang yang paling pintar, paling tahu, paling mengerti, dan paling
menguasai permasalahan, sehingga menganggap semua orang yang kita kenal itu
berada dibawah kita.
Padahal, belum tentu pengetahuan yang kita miliki itu berada diatas pengetahuan mereka. Walaupun kita pernah sebagai mantan pejabat, banyak teman-teman pejabat, dekat dengan penguasa dan orang-orang penting, apalagi pernah keluar negeri, maka kita merasa bahwa posisi kita diatas mereka. Sehingga sikap yang keluar dari diri kita adalah kesombongan, keangkuhan, kecongkakan, ujub, ghuluw, meminta orang lain agar memberi penghormatan, meminta orang lain agar memberi sanjungan, dan menganggap semua orang yang berada dilingkungannya, berada dibawahnya, dan semua bisa didikte.
Jika diantara orang-orang yang dianggap bodoh bersatu, dan membiarkan atau mengacuhkan kepongahan kita, maka harga diri kita telah jatuh dan kita tidak lagi punya teman, kawan atau sahabat. Masyarakat mulai menilai, atas perilaku dan kelakuan yang kita perbuat terhadap mereka, dan mereka mulai mengkritisi apa yang pernah kita ucapkan, maka semua orang akan mencibirkan kita, mencemoohkan kita, dan mengasingkan kita dari lingkungan yang selama ini kita anggap mereka dibawah kita. Kita lupa bahwa setiap orang mempunyai kesempatan untuk meng-aktualisasi diri atas pengetahuannya, sikapnya, dan perilakunya agar tidak dikatakan bodoh atau kurang pendidikan. Sementara kita terbuai dalam mimpi-mimpi indah dan angan-angan yang tinggi agar semua orang selalu menghormati dan melayani kita. Tapi yang kita peroleh hasilnya adalah sebuah kekecewaan, kegalauan, dan diasingkan oleh lingkungan masyarakat yang justru kita buat sendiri.
Padahal, belum tentu pengetahuan yang kita miliki itu berada diatas pengetahuan mereka. Walaupun kita pernah sebagai mantan pejabat, banyak teman-teman pejabat, dekat dengan penguasa dan orang-orang penting, apalagi pernah keluar negeri, maka kita merasa bahwa posisi kita diatas mereka. Sehingga sikap yang keluar dari diri kita adalah kesombongan, keangkuhan, kecongkakan, ujub, ghuluw, meminta orang lain agar memberi penghormatan, meminta orang lain agar memberi sanjungan, dan menganggap semua orang yang berada dilingkungannya, berada dibawahnya, dan semua bisa didikte.
Jika diantara orang-orang yang dianggap bodoh bersatu, dan membiarkan atau mengacuhkan kepongahan kita, maka harga diri kita telah jatuh dan kita tidak lagi punya teman, kawan atau sahabat. Masyarakat mulai menilai, atas perilaku dan kelakuan yang kita perbuat terhadap mereka, dan mereka mulai mengkritisi apa yang pernah kita ucapkan, maka semua orang akan mencibirkan kita, mencemoohkan kita, dan mengasingkan kita dari lingkungan yang selama ini kita anggap mereka dibawah kita. Kita lupa bahwa setiap orang mempunyai kesempatan untuk meng-aktualisasi diri atas pengetahuannya, sikapnya, dan perilakunya agar tidak dikatakan bodoh atau kurang pendidikan. Sementara kita terbuai dalam mimpi-mimpi indah dan angan-angan yang tinggi agar semua orang selalu menghormati dan melayani kita. Tapi yang kita peroleh hasilnya adalah sebuah kekecewaan, kegalauan, dan diasingkan oleh lingkungan masyarakat yang justru kita buat sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar