Orang akan rela mati demi sebuah
nama. Seperti Shakepeare yang pernah mengungkapkan ‘apalah arti sebuah nama’.
Nama yang harum dan dikenal adalah
idaman setiap orang. Apalagi sampai kita dikenal oleh direktur pimpinan kita.
Kita pasti akan diangkat untuk menjadi stafnya. Apalagi kalau sampai dikenal
sekjen, dirjen atau dikenal menteri. Pasti akan jadi konjen atau dubes.
Jabatan tinggi siap menanti. Dan
kitapun akan hidup sukses. Isteri dan anak-anak kitapun akan ikut bahagia.
Tapi bila kita dikenal irjen. Hidup
kita akan menjadi susah. Karir kita akan terhambat. Nama kitapun menjadi
gunjingan orang. Beken dan cemerlang tapi dalam arti negatif. Semua orang akan
mencibirkan kita. Mempergunjingkan perilaku kita. Dan mereka hanya tahu kita telah
berbuat salah. Bila kita telah dipanggil irjen. Kitapun akan menjadi pesakitan.
Sulit untuk kita bisa membela diri. Harapanpun akan hilang bagaikan bunga layu
tak tersiram. Karena kita telah salah langkah. Dalam pekerjaan dan pengambilan
keputusan.
Isteri dan anak-anak kita akan meratapi.
Mungkin ia akan membenci kita atas pekerjaan yang kita buat. Padahal mereka
sama sekali tidak terlibat.
Mungkin saja ini terjadi kita hanya
menjadi korban fitnah dari teman, kawan, bawahan ataupun atasan kita yang tidak
suka dengan keberhasilan kita. Irjenpun tidak pernah mau tahu Ia putuskan palu
bagai kekuasaan Tuhan. Kita menjadi korban. Kalau peristiwanya sudah begini
mana keadilan. Kita hanya pasrah dan berdo’a memohon keadilan TUHAN. Semoga
Tuhan menunjukkan yang benar itu adalah benar.
Seperti kata Sultan Ali dari Siak.
Dalam bait Gurindam dua belas.
Orang bernama hiasan dunia. Apalagi
bila ia bijak. Orangpun akan mahsum padanya. Namun bila orang sudah tak bernama.
Ia akan merasa hidup sendiri. Ia akan
merasa asing di pergaulannya dan ia merasa malu di lingkungannya. Kini namanya tercoreng dan tak bernama lagi. Ia bingung dan
bertanya : Benarkah aku bersalah? Adakah aku menjadi cacat nama ?
Yang ditanya tak menjawab. Ia membisu
seribu basa. Ia hanya melihat, menatap, dalam kekosongan. Tapi tak mengerti. Iapun
menangis. Menyesali dirinya. Mengapa aku jadi begini. Inikah takdirku?
Aku, mereka dan juga kau sama-sama ingin hidup senang dan
sukses. Kita memiliki perasaan yang sama. Kita ingin sukses dan kaya raya. Kita
ingin punya uang banyak. Ingin punya deposito di bank mana saja. Ingin punya
jabatan tinggi. Ingin punya isteri-isteri yang cantik selain isteri yang kita
miliki saat ini. Dan kita ingin dunia ini menjadi milik kita. Karenanya kita
harus punya uang banyak apapun yang kita lakukan sekalipun harus berbohong.
Aku ingin ternama. Aku ingin punya
nama. Aku ingin orang-orang menghargai dan menghormatiku. Aku ingin mereka tahu.
Aku ingin menjadi orang kaya dan bahagia.
Aku lupa membuat rekayasa laporan
tentang anggaran. Sehingga aku berurusan dengan lembaga itjen. Dan hidupku
menjadi susah. Dan karirkupun terputus. Aku menyesal karena aku telah menghancurkan
masa depan anak-anakku dan harapan istriku. Inilah kesalahanku dalam bekerja
dan mengambil keputusan dengan istilah ‘come
what may’.
Aku lihat ada beberapa temanku
yang melakukan perbuatan menyimpang. Mereka menyesal setelah dicopot status dan
gelarnya. Bahkan ada yang sampai tidur dihotel prodea yang sempit. Sekalipun mereka masih bisa tersenyum. Mereka
menyesali perbuatannya yang menyebabkan keluarganya mendapat cibiran dari
sekelilingnya.
Semogalah kita selalu bekerja
dengan jujur. Apalagi dapat mengamalkan surat Al Anfal ayat 27 dan surat Al
Muminun ayat 8 supaya kita tidak menyesal dibelakang hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar