Senin, 27 Oktober 2014

Sebuah Penyesalan

Nama adalah sesuatu yang bermakna. Ia mempunyai arti yang mendalam bagi pemiliknya. Dan Ia  terlalu mahal harganya.

Orang akan rela mati demi sebuah nama. Seperti Shakepeare yang pernah mengungkapkan ‘apalah arti sebuah nama’.

Nama yang harum dan dikenal adalah idaman setiap orang. Apalagi sampai kita dikenal oleh direktur pimpinan kita. Kita pasti akan diangkat untuk menjadi stafnya. Apalagi kalau sampai dikenal sekjen, dirjen atau dikenal menteri. Pasti akan jadi konjen atau dubes.

Jabatan tinggi siap menanti. Dan kitapun akan hidup sukses. Isteri dan anak-anak kitapun akan ikut bahagia.

Tapi bila kita dikenal irjen. Hidup kita akan menjadi susah. Karir kita akan terhambat. Nama kitapun menjadi gunjingan orang. Beken dan cemerlang tapi dalam arti negatif. Semua orang akan mencibirkan kita. Mempergunjingkan perilaku kita. Dan mereka hanya tahu kita telah berbuat salah. Bila kita telah dipanggil irjen. Kitapun akan menjadi pesakitan. Sulit untuk kita bisa membela diri. Harapanpun akan hilang bagaikan bunga layu tak tersiram. Karena kita telah salah langkah. Dalam pekerjaan dan pengambilan keputusan.

Isteri dan anak-anak kita akan meratapi. Mungkin ia akan membenci kita atas pekerjaan yang kita buat. Padahal mereka sama sekali tidak terlibat.

Mungkin saja ini terjadi kita hanya menjadi korban fitnah dari teman, kawan, bawahan ataupun atasan kita yang tidak suka dengan keberhasilan kita. Irjenpun tidak pernah mau tahu Ia putuskan palu bagai kekuasaan Tuhan. Kita menjadi korban. Kalau peristiwanya sudah begini mana keadilan. Kita hanya pasrah dan berdo’a memohon keadilan TUHAN. Semoga Tuhan menunjukkan yang benar itu adalah benar.

Seperti kata Sultan Ali dari Siak. Dalam bait Gurindam dua belas.
Orang bernama hiasan dunia. Apalagi bila ia bijak. Orangpun akan mahsum padanya. Namun bila orang sudah tak bernama. Ia akan merasa hidup sendiri. Ia akan merasa asing di pergaulannya dan ia merasa malu di lingkungannya. Kini namanya tercoreng dan tak bernama lagi. Ia bingung dan bertanya : Benarkah aku bersalah? Adakah aku menjadi cacat nama ?

Yang ditanya tak menjawab. Ia membisu seribu basa. Ia hanya melihat, menatap, dalam kekosongan. Tapi tak mengerti. Iapun menangis. Menyesali dirinya. Mengapa aku jadi begini. Inikah takdirku?

Aku, mereka  dan juga kau sama-sama ingin hidup senang dan sukses. Kita memiliki perasaan yang sama. Kita ingin sukses dan kaya raya. Kita ingin punya uang banyak. Ingin punya deposito di bank mana saja. Ingin punya jabatan tinggi. Ingin punya isteri-isteri yang cantik selain isteri yang kita miliki saat ini. Dan kita ingin dunia ini menjadi milik kita. Karenanya kita harus punya uang banyak apapun yang kita lakukan sekalipun harus berbohong.

Aku ingin ternama. Aku ingin punya nama. Aku ingin orang-orang menghargai dan menghormatiku. Aku ingin mereka tahu. Aku ingin menjadi orang kaya dan bahagia.

Aku lupa membuat rekayasa laporan tentang anggaran. Sehingga aku berurusan dengan lembaga itjen. Dan hidupku menjadi susah. Dan karirkupun terputus. Aku menyesal karena aku telah menghancurkan masa depan anak-anakku dan harapan istriku. Inilah kesalahanku dalam bekerja dan mengambil keputusan dengan istilah ‘come what may’.

Aku lihat ada beberapa temanku yang melakukan perbuatan menyimpang. Mereka menyesal setelah dicopot status dan gelarnya. Bahkan ada yang sampai tidur dihotel prodea yang sempit.  Sekalipun mereka masih bisa tersenyum. Mereka menyesali perbuatannya yang menyebabkan keluarganya mendapat cibiran dari sekelilingnya.

Semogalah kita selalu bekerja dengan jujur. Apalagi dapat mengamalkan surat Al Anfal ayat 27 dan surat Al Muminun ayat 8 supaya kita tidak menyesal dibelakang hari.

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar