Ada waktu senang dan ada waktu susah datang silih berganti menurut kehendak-NYA. Ibarat roda pedati ia berputar menurut sumbunya. Pada waktu kehidupan kita berada diatas, semua masalah yang kita hadapi tidak ada yang bisa dipermasalahkan, karena pada posisi itu hidup kita sejahtera. Pada posisi itu, kita telah memiliki segalanya. Kita mempunyai kedudukan yang tinggi, kita punya uang dan harta kekayaan yang melimpah, dan kita bisa berbuat apa saja menurut kehendak kita karena kita menduduki jabatan tinggi dan mempunyai kekuasaan. Apapun dapat kita beli termasuk kehidupan dunia ini yaitu kesenangan dan kebahagiaan. Kita merasa bahwa apa yang telah kita miliki itu adalah sudah sewajarnyalah kita milki. Kita tidak perlu peduli dengan kehidupan orang lain. Mungkin kita tidak perlu untuk memikirkan hal-hal yang bukan menjadi tanggung jawab kita yang menjadikan kepala ini pusing. Keluhan seperti ini timbul karena banyak orang-orang yang sudah hidup mapan selalu digerecoki oleh orang-orang tertentu yang mengatasnamakan panitia meminta sumbangan dan lain sebagainya. Sehingga kadang-kadang menjadikan kurang simpati atas orang-orang yang hadir atau berkunjung kerumahnya. Padahal kita tidak perlu menutup pintu bagi orang-orang yang kita kenal kalau mereka mau berkunjung atau bertamu kerumah kita. Kita harus menunjukan kepada siapa saja bahwa dalam pergaulan masyarakat kita harus hidup berdampingan dan saling tolong menolong.
Kita suka egois dengan apa yang sudah kita miliki itu. Sehingga dalam do’a yang kita panjatkan agar kita berumur panjang dan berharap tidak mati saat ini. Kita selalu berharap dapat hidup panjang seribu tahun lagi agar kita dapat mereguk kesejahteraan dan kebahagiaan yang saat ini telah kita miliki.
Pada
waktu kita berada dibawah atau putaran roda ke bawah dan terus kebawah, masya
Allah, hidup terasa susah, hidup terasa menderita, dan hidup terasa sengsara
sekali. Kitapun bertanya dan menyesali dimanakah teman-teman seperjuangan yang
telah lama bersama kita. Adakah ia mau peduli dengan kehidupan kita ? Barangali
sudah menjadi axioma bahwa saat kita sejahtera dan bahagia semua kolega kita,
teman-teman kita, sahabat-sahabat kita, bahkan orang-orang yang tidak kenalpun
akan dekat dengan kita. Tapi apabila kita hidup miskin, susah, dan menderita, maka
semua orang-orang yang kita kenal pasti akan menjauhi kita.
Kalau kita kembalikan masalah
kehidupan ini pada agama, maka kebahagiaan dan kesengsaraan itu adalah ujian.
Mampukah kita tetap bersyukur kepada ilahi rabby dalam kondisi susah, sengsara, menderita,
penuh kecemasan, kesehatan tubuh yang tidak sehat dan berpenyakitan, tidak
punya uang, rumah reot dan kebocoran kalau hujan, dan banyak hutang. Dengan
keadaan kesusahan seperti ini terkadang kita tidak sabar dalam menghadapi
kenyataan hidup susah yang berkepanjangan dan rasanya kita ingin segera mati.
Padahal apabila kita dalam kesusahan kemudian kita tidak sabar menerima
kesusahan itu, dan kemudian kita mengambil jalan pintas dengan cara gantung
diri atau bunuh diri, maka berdosalah kita karena kita telah putus asa dari
rahmat Allah dan pertolongan yang akan Allah berikan kepada kita. Rasulullah
SAW mengajarkan kepada kita agar kita bersabar dan harus selalu bersyukur dalam
segala hal.
Imam Ahmad berkata, “Hasan meriwayatkan kepada kami
dari Ibnu Luhai’ah, dari Ibnu Yunus, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW
bersabda: “Janganlah kalian mengharap-harap kematian dan jangan pula kalian berdoa
untuk itu, sebelum ia benar-benar datang dengan sendirinya. Kecuali, apabila
orang dimaksud telah yakin dengan amalannya. Karena, apabila seseorang dari
kalian meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya. Dan sesungguhnya
bagi seorang mukmin, tidaklah umurnya bertambah melainkan akan menambah
kebaikan baginya.”
Dalam salah satu hadist lain yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda :
"Janganlah ada orang yang menginginkan mati karena kesusahan yang
dideritanya. Apabila harus melakukannya hendaklah dia cukup berkata, "Ya
Allah, tetap hidupkan aku selama kehidupan itu baik bagiku dan wafatkanlah aku
jika kematian baik untukku”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar