Axioma kedua ini adalah
pengecualian karena sesuatu hal yang menyebabkan karena ingin berbuat kebaikan
kepada orang lain atau karena ingin memberikan sesuatu kepada anak
keturunannya.
Untuk aksioma yang kedua ini
bisa saja hal itu terjadi, namun biasanya dilakukan oleh orang-orang yang arif
dan bijaksana, serta mempunyai pandangan yang jauh kedepan bagi anak dan
keturunannya. Mereka berprinsip menanam kebaikan saat ini dan mengharap
hasilnya dapat dinikmati oleh anak dan keturunannya agar dapat hidup bahagia
dan sejahtera. Ibarat seorang kakek/nenek yang sudah tua dan telah berumur dan
ia mempunyai pekarangan yang cukup luas di sekitar rumahnya, ia menanam pohon
kelapa atau pohon buah (mangga, durian, rambutan, jambu, sawo, dan lainnya) dipekarangannya, sementara
sebelum menikmati hasilnya ia telah meninggal dunia, maka warisannya itulah
yang akan diterima dan dinikmati oleh anak-anak keturunannya dan mungkin juga
orang lain yang ada disekitarnya.
Pohon-pohon yang ditanam itu
merupakan kebaikan yang dibangun untuk dinikmati oleh siapa saja termasuk untuk
burung-burung, codot, kelelawar bajing dan binatang lainnya yang suka dengan buah-buahan.
Mereka tidak mengusirnya karena tujuan menanam itu adalah untuk manusia dan
binatang, sehingga ia merasa bangga dapat juga memberikan makan bagi binatang-binatang
liar tersebut yang ingin memakan buah buahan tersebut.
Kakek nenek kita dulu memang
memiliki sawah atau kebun itu karena warisan dari orang tuanya. Sementara
sekarang ini banyak orang yang memiliki sawah, kebun atau pekarang dibelinya
dari uang hasil korupsi, dari hasil mencuri-merampok atau menggerogoti keuangan
negara, atau merekayasa proyek fiktif yang anggarannya masuk dalam rekening
pribadi, dan atau melakukan korupsi yang pada akhirnya ia memiliki harta
kekayaan dari hasil penghasilan yang tidak sah. Padahal dengan melakukan
korupsi itu ia akan membawa kesusahan dan penderitaan bagi dirinya dan
keluarganya.
Mereka sengaja melakukan
perbuatan yang tidak terpuji itu dengan melaku korupsi dengan maksud untuk memperkaya diri karena
harta kekayaan yang dimiliki masih dianggap kurang. Sehingga terlena untuk
terus melakukan penyelewengan dan merekayasa laporan fiktif atau palsu. Padahal
apabila ia tertangkap oleh KPK dengan dakwaan melakukan perampokan uang negara
maka perbuatan itu dianggap sebagai melanggar
hukum dan kriminal. Namanya akan mencuat menjadi populer dan terkenal keseantaro
dunia seperti selebritis karena selalu disebut-sebut setiap saat dalam berita
atau headline news. Sedangkan wajahnya selalu di close up terpampang di media
TV atau di media cetak. Dan yang lebih memalukan lagi adalah diberinya pakaian
trophy warna orange dengan tulisan dibelakang punggungnya sebagai “Tahanan
KPK”.
Allah SWT telah mengingatkan
kepada kita agar kita waspada dan berhati-hati dalam hal menjaga amanah. Karena
jabatan itu adalah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Apabila kita
telah merusak amanah itu, maka bersiap-siaplah kita menerima kehancuran yang
kita buat sendiri dan berdampak tidak hanya kepada diri kita sendiri tetapi
juga kepada keluarga kita (isteri, anak, orang tua dan mertua, famili dan
saudara sekandung). Kita akan merasa malu hidup ditengah-tengah masyarakat
dengan sebutan sebagai ”Koruptor”.
Allah berfirman dalam Al Qur’an
di surat Al Israa’ ayat 15 menyatakan : “Barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka
sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya
sendiri. Dan seseorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar