Senin, 21 April 2014

Ternyata Aku Sombong

Aku selalu tersanjung bila orang memujiku. Aku selalu bangga kalau aku dinyatakan orang yang selalu berhasil dalam menunaikan tugas. Aku selalu berceritera kepada teman-teman dan sahabatku mengenai keberhasilanku dalam tugas yang kuemban. Aku selalu berceritera kepada orang-orang yang baru aku kenal, agar mereka tahu kalau aku adalah orang yang selalu berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan pimpinan kepadaku. Aku selalu berceritera dengan rasa bangga kalau aku dipercaya oleh pimpinanku. Apalagi orang-orang yang kuceriterakan itu, bukanlah orang-orang yang ada di dalam organisasiku, sehingga aku terkadang terlampau berlebihan dalam menilai kemampuan diriku. Aku selalu bilang, bahwa aku bisa. Dengan modal aku bisa, aku sanggup, dan aku siap melaksanakan perintah, maka pimpinan lebih percaya kepadaku, ketibang kepada teman-temanku. Perhatian pimpinan kepadaku membuat iri semua teman-temanku yang ada dalam organisasiku itu.

 Aku akan lebih tersanjung kalau pujian itu dinyatakan oleh pimpinananku didalam forum resmi dimana yang hadir adalah rival-rivalku atau sainganku. Karena mereka selalu meng-under estamite-kan akan kemampuanku, apalagi mereka tahu kalau aku hanyalah seorang Staf yang tidak memakai gelar. Aku akan lebih tersanjung lagi, apabila pernyataan pimpinanku itu diketahui juga oleh pejabat yang lebih tinggi seperti direktur, sekretaris direktorat jenderal, kepala biro, inspektur, direktur jenderal, kepala badan dan lainnya. Sungguh aku bangga sekali, dan sepertinya akulah orang yang paling berhasil dalam menjalankan visi dan misinya pimpinan, sehingga program kerja tahunan unit organisasi dapat dilaksanakan.

Pimpinanku begitu percaya sekali atas kemampuan yang aku miliki, karena aku memang menguasai teori-teori management seperti planning, organizing, actuating, motivating,  budgeting, akunting, controlling, coordinating, reporting, evaluating dan lainnya, karena aku sering membaca tulisan-tulisannya Henry Fayol, Taylor, Peter Drucker, Robert Kiyosaki,  Geraldine Bown, Sondang P Siagian, Rhenald Kasali, Irham Fahmi, Raymond Mc.Leod, George P. Schell, Sukanto Reksohadiprodjo, Fachmi Basyaib, Stephen P. Robbins, T. Hani Handoko, Heidjachman, Suad Husnan,  Sadili Samsudin, Fred R. David,  Tjutju Yuniarsih,  H. Malayu S.P. Hasibuan, Stephen Covey  dan lainnya.  Bahkan, waktu aku kuliah dulu, aku memperoleh nilai A plus dalam mata kuliah Management Strategy. Aku juga menguasai segudang peraturan perundang-undangan, aku punya banyak relasi diunit-unit organisasi dan instansi lainnya, karena aku juga menguasai masalah kehumasan, dan public relation strategy. Sehingga aku dalam menyelesaikan sesuatu masalah, cukup aku berkoordinasi dengan instansi lain dengan mengangkat telpon.

 Pimpinanku tahu karena aku punya relasi banyak yang tahu akan aku. Aku selalu memenuhi tugas sesuai kehendak pimpinan.

Aku sengaja memanjakan pimpinan dengan keahlianku. Aku menyiapkan makalah, laporan, dan usulan proposal dengan segala rincian kegiatannya, mulai dari abstrak, eksekutif summary, visi, misi, tujuan, program, kegiatan, dukungan organisasi, peraturan perundangan yang mendukung, rancangan anggaran, strategi pencapaian, sasaran, sampai pada kesimpulan. Setiap proposal yang aku susun dan aku ajukan kepada pimpinan dipastikan pimpinanku selalu setuju, namun dari persetujuan itu ada juga teman-temanku yang menangani masalah anggaran nampak tidak bersetuju karena berdampaknya pada pengeluaran anggaran organisasi yang cukup besar.

Saat aku dipuji atas keberhasilanku dalam tugas, aku merasa bahwa pekerjaan itu adalah hasil pekerjaanku, prestasiku semata. Aku merasa bahwa aku menguasai segala hal. Terkadang aku lupa diri, karena posisiku dekat dengan pimpinan. Aku selalu membatin dalam hatiku, ini adalah kepercayaan pimpinan, ini adalah prestasiku, maka wajar-wajar sajalah kalau aku akhirnya naik pangkat, naik jabatan dan naik posisi, dan bahkan aku ditugaskan pimpinan ke luar negeri. 

Sungguh aku merasa bangga dengan penugasanku ke luar negeri, karena hanya akulah satu-satunya orang di lingkunganku tempat tinggalku yang berangkat keluar negeri dengan paspor hitam. Karena ditempat tinggalku kebanyakan adalah pegawai staf golongan I dan II saja. Aku bangga mempunyai gelar dan aku punya predikat sebagai pejabat dinas luar negeri. Dengan penugasanku ke luar negeri, aku bisa melihat Negara-negara lain. Oleh pimpinan perwakilan aku juga ditugaskan untuk mengikuti berbagai rapat, pertemuan dan seminar. Aku merasa menjadi orang penting, sehingga aku menjadi bagian dari lingkungan orang-orang penting yang ada dalam organisasiku. Inilah hasil pekerjaanku. Aku bisa, dan aku merasa berhasil dalam tugasku. Aku tahu bahwa ada teman-temanku yang iri dan dengki atas prestasi dan keberhasilan yang aku raih.

Kepercayaan, pujian dan sanjungan sering diucapkan oleh pimpinananku. Sementara teman-temanku yang iri dan dengki itu sering membuat keanehan, memprovokasi teman yang lain dan bahkan memfitnahku, karena aku dekat sekali dengan pimpinan.

Kalau aku melihat keatas, melihat teman-temanku yang telah berhasil mendahului aku, ternyata aku tidak ada apa-apanya jika dibandingkan mereka. Posisiku hanyalah seorang Staf, mereka adalah orang-orang yang hebat, brilian, genius, cerdas  dan pintar. Wajarlah kalau posisi atau kedudukan mereka itu jauh lebih baik dari aku. Aku tidak mungkin dapat melampaui mereka.

Kalau aku melihat kesamping, aku punya banyak teman yang selevel dengan posisiku. Mereka adalah mitra kerjaku yang tidak perlu menjadi saingan atau rival buatku.  Walaupun terkadang diantara mereka ada yang merasa tersaingi oleh karirku. Mereka adalah bagian dari perjalanan karirku.

Tetapi, kalau aku melihat kebawah, maka posisiku cukup tinggi, dan aku bangga dengan posisiku ini, berarti aku dapat melintasi teman-temanku yang menjadi saingan atau rivalku. Aku merasa bahwa aku adalah orang yang berhasil didalam posisiku, dan aku adalah orang yang dibenci oleh teman-temanku karena posisiku melintasi posisi mereka. Mereka memang tidak senang dengan keberhasilanku karena memang tidak bisa bersaing dengan kemampuanku yang menguasai banyak hal.

Setelah aku pensiun, aku menyadari bahwa betapa sombongnya aku pada masa itu. Aku merasa punya pendidikan karir yang  merupakan dambaan dan kebanggaan sebagai PNS DEPLU. Pada masa aktif atas kepercayaan pimpinan, aku ditugaskan ke perwakilan luar negeri, dan aku bisa melihat kota-kota negara lain yang tidak pernah aku lihat di dalam negeri. Sementara aku didalam negeri khususnya di unit Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler aku diberi kepercayaan pimpinan untuk menyelenggarakan program sosialisasi mengenai tugas pokok Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler ke daerah-daerah dan propinsi sehingga setiap ada kegiatan sosialisasi dipastikan aku ikut dan berada didalamnya. Inilah yang menambah wawasanku untuk melihat-lihat daerah di propinsi-propinsi di Indonesia.

Aku bersyukur dapat melihat luar negeri karena penugasanku dan aku juga bersyukur dapat melihat-lihat daerah di beberapa propinsi di Indonesia karena penugasan dan kepercayaan pimpinan kepadaku.

Selama aku berdinas, sungguh aku jarang sekali membaca Al Qur’an, membaca buku-buku agama, apalagi pergi ke masjid untuk shalat berjamaah, kecuali pada hari-hari tertentu waktu shalat Jum’at dan waktu bulan ramadhan. Aku jarang menghadiri majlis ilmu, pengajian atau bedah buku. Waktuku habis untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rutin dan pekerjaan yang mendadak atas perintah pimpinan. Kecuali selama beberapa penugasan di luar negeri memang aku aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial dalam membangun komunitas Islam Indonesia di luar negeri.

Kalau hari-hari libur tiba, waktuku banyak kugunakan untuk kesenangan duniawi, aku pergi ke kafe bersantai ria, ke plaza atau mall, atau ke tempat-tempat hiburan, nonton, main golf atau main bowling.  Kadang-kadang aku pergi ke museum, ke pameran-pameran atau ke pantai menikmati pemandangan alam dan deburan ombak. Baru sekarang aku merasa, betapa bodohnya aku, aku telah mensia-siakan waktuku yang cukup banyak. Mestinya ada keseimbangan waktu untuk mengejar kehidupan dunia, dan harus seiring dengan mengejar persiapan untuk kehidupan akherat, karena disanalah kita kelak akan tinggal selamanya.

Kini aku mulai belajar agama kembali setelah lama tertinggal dengan teman-teman karena mengejar karir. Aku merasa bodoh sekali dalam hal agama sehingga aku merasa harus berpacu dengan waktu. Sekarang umur sudah 60 tahun dan aku belum banyak menghafal qur’an dan hadist, terutama ayat-ayat yang penting yang harus dihapal oleh setiap orang muslim. Aku tidak merasa malu untuk belajar bersama teman-teman yang masih mau belajar memperdalam pelajaran agama Islam. Aku mulai menghadiri lagi pengajian-pengajian di masjid Al Azhar, masjid Manaral Amal Mercu Bhuana, mushalla Al Baraqah, dan di beberapa masjid yang dekat dengan tempat tinggal.

Dalam aku belajar mengaji aku juga mengaktifkan diriku pada organisasi-organisasi sosial kemasjidan di dewan masjid Indonesia wilayah pondok arena tau di forum silaturakhmi antar masjid-masjid dan mushala-mushala kompleks Deplu dan sekitarnya. Dengan cara ini aku mempunyai banyak teman sesama orang-orang pensiunan dari berbagai lapisan dan kedudukan. Aku bersyukur dapat diterima dikalangan mereka dan aku menjadi bagian dari mereka. Namun setelah beberapa tahun aku bergaul dengan teman-teman pensiunan ternyata ada juga diantara teman-teman pensiunan yang kurang senang terhadap kiprahku. Tapi aku menyadari bahwa itulah kehidupan di masyarakat majemuk, ada yang suka dan ada juga yang tidak suka. Namun dengan kemampuan yang aku miliki aku dapat diterima dalam pergaulan ini untuk membawa kemajuan bagi semua pihak, khususnya dalam obsesiku mewujudkan masyarakat madani yang islami. Inilah obsesiku bersama teman-teman pensiunan lainnya pak Amirudin Noor, pak Imam Nurjanto, pak Radjudin, pak Hisyam, pak Suhadi Salam, dan pak Suparlan.  Semoga saja masyarakat madani yang islami yang terbentang Antara Auto 2000, Kreo, PJMI dan Mitra 10 dapat terwujud.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar