Senin, 21 April 2014

Kurang Mensyukuri Nikmat Allah

Pada saat kita terlahir ke dunia, sungguh kita dalam keadaan telanjang dan tidak memiliki apa-apa. Kita hidup sangat tergantung atas kasih sayang yang diberikan orang tua, dan perhatian orang-orang sekitar yang dekat dengan kita. Mereka do’akan kita semoga kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa bangsa, dan menjadi anak yang saleh/salehah yang berbakti kepada orang tua.

Setelah kita mulai besar, tumbuh dan berkembang, bersekolah sampai kita kuliah lingkungan kita ikut menjaga, memperhatikan, dan membesarkan kita hingga kita menjadi tumbuh dewasa. Setelah itu kita mulai bekerja dan akhirnya mempunyai keluarga. Seiring dengan perjalanan waktu, kita mulai mengenal diri kita, teman-teman, dan lingkungan hidup kita. Kita berada dalam dunia anak-anak, remaja, dan dewasa. Orang tua kita menyekolahkan kita agar menjadi anak yang pintar dan cerdas mulai PAUD sampai mencapai gelar sarjana. Pada hari-hari tertentu orang tua membawa kita ke pengajian di surau atau masjid agar kita menjadi anak yang baik dan mengenal agama yang kita anut. Kita diberi pelajaran mengenai shalat, puasa, kejujuran, keadilan, keikhlasan, bertanggungjawab, etika, moral, budi pekerti, disiplin dan berbagai jalan menuju kebaikan, serta diajarkan pula agar jangan melakukan kebohongan, kecurangan, dan apalagi sampai mengambil hak orang lain.

Setelah kita mulai bekerja dan mengenal hidup dalam lingkungan kerja, mulailah muncul berbagai keinginan yang lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Kita mulai mengenal yang namanya prestasi, dedikasi, kedudukan, mencari pasangan hidup (wanita/suami) untuk berkeluarga, dan harta kekayaan yang kemudian menjadi obsesi setiap orang.

Dalam mencapai obsesi itu, terkadang kita lupa diri untuk mencapainya. Bahkan dengan berbagai cara termasuk cara-cara yang tidak terpuji dan yang diharamkan menurut syar’i.

Perbuatan curang dan tidak terpuji itu kita lakukan karena ingin mengugguli teman-teman lain yang menjadi saingan kita. Dalam hal persaingan itu kita sudah berani melanggar sumpah dan janji pada diri sendiri. Padahal sewaktu kita diberi kepercayaan pimpinan untuk menduduki suatu jabatan kita bersumpah dengan mengangkat qur’an dan dengan menyebut asma Allah, tapi kita terlena dalam korupsi menggerogoti keuangan Negara untuk memperkaya diri dengan cara melanggar hukum.

Apabila perbuatan kita itu diketahui KPK akhirnya kita terpojok digiring ke RUTAN sebagai tersangka atau terdakwa KORUPSI. Tinggal di RUTAN yang kamarnya sempit bukanlah takdir, tetapi itu adalah pilihan kita sendiri. Kita telah memilih jalan hidup kita yang berserangan dengan hukum sehingga wajar-wajar saja bila akhirnya KPK menjebloskan diri kita ke RUTAN yang didalamnya adalah orang-orang yang berani melanggar sumpah dan janji.

Kita orang-orang yang masih sadar, barangkali harus kasihan kepada mereka yang kini tinggal di RUTAN-RUTAN yang dijaga polisi dan sipir penjara. Makannya saja di dibatasi, ruang geraknya diawasi, dan pergerakan sehari-harinya diamati padahal diluar sana rumah besar mewah dan lux yang dibangunnya itu jauh lebih nyaman dibandingkan RUTAN yang menjadi impiannya.

Kalau kita menengok kebelakang dalam arti sadar, bahwa apa yang telah diperbuat ini hanyalah semata-mata ingin mengumbar nafsu, ingin menguasai dunia, ingin kaya dengan harta yang berlimpah ruah, ingin dihormati, ingin disanjung, ingin wah, ingin diakui keberadaanya, dan ingin dikelilingi oleh wanita-wanita cantik yang bukan muhrimnya. Inilah salah satu ciri dari orang-orang yang tidak menyukuri nikmat atas apa yang telah Allah SWT diberikan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar